Pengertian Marketing

3:47 PM 0 Comments »
Apa itu marketing? Definisi memang banyak, tetapi pengertian yang paling mutahir mengenai istilah itu mengatakan bahwa marketing adalah upaya untuk menciptakan dan melayani pasar sasaran lebih baik dari pesaing.

Kita tidak hidup di zaman Henry Ford yang mengatakan bahwa “anda dapat memperoleh warna (mobil) apa saja sejauh itu adalah hitam”. Tetapi kita hidup di zaman generasi X dan Y yang mudah mengatakan “go to hell with your product” dengan ringan dan tanpa dosa. Kita hidup di era persaingan yang bukan hanya menakutkan, tetapi juga “tidak terdefinisikan dengan jelas”. Tidak heran apabila di seantero dunia orang berteriak “marketing – marketing – marketing”. Peter F. Drucker malah mengatakan bahwa pada akhirnya, di perusahaan hanya ada dua fungsi yaitu inovasi dan marketing.

Untuk menang dalam keadaan seperti itu, tidak ada cara lain bagi perusahaan kecuali mentransformasikan dirinya menjadi the marketing company. Suatu perusahaan yang digerakkan oleh dan untuk “melayani pasar lebih baik dari pesaing”.

Pasar di sini memang bermacam-macam, tetapi dari sudut upaya untuk mengembangkan perusahaan menjadi berjiwa pemasaran, pasar dapat dibagi menjadi dua: pasar eksternal (external market) dan pasar internal (internal market).

Anda pasti sudah bosan mendengar cerita tentang external market, yaitu pelanggan. Yang menarik untuk diperhatikan adalah internal market (baca: pelanggan) yang berasal dari dalam perusahaan yang sama. Misalnya pelanggan bagian SDM (Sumber Daya Manusia) adalah para karyawan lainnya (termasuk karyawan SDM itu sendiri), nasabah dari bagian pergudangan (di perusahaan perdagangan atau manufaktur) adalah bagian pembelian, produksi, dan bagian penjualan yang memanfaatkan jasa mereka untuk penyimpanan bahan/produk.

Internal market ini memang merupakan istilah yang dimunculkan untuk menumbuhkan semangat marketing, yaitu melayani nasabah. Tetapi sayang dalam implementasinya sering kali terdapat berbagai hambatan yang membuat istilah internal market/customer ini menjadi jargon usang yang hanya ada “di bibir saja”.

Kenapa? Penyebabnya macam-macam. Yang pertama adalah tidak adanya kompetisi. Berbagai bagian yang melayani bagian lain dari perusahaan yang sama memiliki sifat monopoli atas pasar yang dilayaninya. Sejarah telah membuktikan bhawa sifat monopoli ini tidak dapat menumbuhkan jiwa marketing sejati. Malah ada yang mengatakan bahwa “tidak perlu berbuat apa-apa untuk meraih kemenangan di pasar yang monopolistik”. Contohnya adalah PLN (Perusahaan Listrik Negara). Apa yang dapat anda lakukan apabila tidak puas dengan pelayanan PLN? Anda tidak tidak berbuat apa-apa kecuali meringis dan mencibir sinis (kecuali anda memilih untuk hidup tanpa listrik).

Sehubungan dengan hal tersebut, maka harus dibuat kompetisi bagi unit internal perusahaan yang memungkinkan unit tersebut hilang apabila tidak dapat bersaing. Misalnya biaya rekrutmen yang harus dikeluarkan oleh unit rekrutmen per karyawan adalah Rp. 3 juta. Apabila dapat ditemukan biaya jasa Human Resource consultant untuk mengerjakan hal yang sama dengan biaya di bawah Rp. 3juta, maka unit rekrutmen perusahaan dapat dibubarkan karena tidak dapat bersaing dengan kompetitornya, dan pekerjaan tersebut di-outsource-kan ke konsultan luar.

Hambatan yang kedua adalah masalah performance measurement (pengukuran kinerja). Ukuran keberhasilan bagian yang melayani nasabah luar (misalnya bagian penjualan) sangat jelas, yaitu pertumbuhan bisis dan pelayanan pelanggan. Apabila pelanggan tidak dilayani dengan baik, ia akan mengatakan “good bye”. Yang mengukur kinerja adalah pelanggan. Atasan hanya menerjemahkannya dalam bentuk yang berbeda, seperti penurunan/peningkatan jumlah penjualan, pesanan, kepuasan pelanggan dan sebagainya.

Pada unit internal, pengukuran kinerja tidak melibatkan pelanggan. Walau pun telah dikampanyekan budaya pelayanan pelanggan/nasabah internal (internal marketing), tetapi pada akhirnya pelanggan yang dilayani sama sekali tidak memiliki “suara” untuk menentukan sukses/tidaknya bagian tersebut. Yang menentukan bagus/tidaknya kinerja adalah atasan yang bersangkutan, bukan pasar. Dengan demikian, penilaian menjadi bias, bukan penilaian marketing yang sebenarnya. Mungkin ada yang protes dan mengatakan bahwa “seharusnya-atasan tersebut sudah dapat menilai dengan objektif”. Well….we wish that’s true, tetapi sayangnya dalam kebanyakan perusahaan, itu hanyalah harapan dan suatu wishful thinking.

Kalau begitu bagaimana dong? Ya….kembali ke pengertian marketing yang sebenarnya, yaitu “melayani pelanggan lebih baik dari kompetitor”. Internal customer harus memiliki hak yang sama dengan external customer. Mereka harus memiliki hak untuk memilih (menggunakan jasa yang ditawarkan oleh bagian internal perusahaan atau outsource ke luar), dan mereka juga harus membayar jasa yang dinikmatinya (internal charging) apabila mereka memanfaatkan pelayanan dari bagian internal lainnya.

0 komentar: